Memiliki anak merupakan keinginan
semua pasangan yang telah menikah. Namun, tidak semua pasangan dianugerahi
anak. Oleh karena itu, beberapa pasangan yang sangat menginginkan anak mencoba
mengadopsi anak orang lain menjadi seperti anak kandungya sendiri. Bagaimanasih
hukum mengadopsi anak orang lain.
Dalam Islam, mengadopsi anak
disebut dengan istilah “Tabbani”. Tabbani secara harfiah berarti mengambil
anak orang lain untuk diperlakukan seperti anak kandung sendiri. Hal ini
dilakukan untuk memberi kasih sayang, nafkah pendidikan, dan keperluan lainnya.
Namun secara hukum anak adopsi bukanlah anak dari orang yang mengadopsi. Adopsi
dinilai sebagai perbuatan yang pantas dikerjakan oleh pasangan suami istri yang
luas rezekinya, tapi belum dikaruniai anak. Maka itu, sangat baik jika
mengambil anak orang lain yang kurang mampu agar mendapat kasih sayang
ibu-bapak (karena yatim piatu), atau untuk mendidik dan memberikan kesempatan
belajar kepadanya. Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam juga mempraktekkan
adopsi dalam kehidupannya dengan mengangkat Zaid bin Haritshah sebagai anaknya.
Dalam Alquran, orang-orang beriman dihimbau berulang kali untuk menjaga anak yatim piatu. Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam bersabda:
"Aku dan wali anak yatim piatu akan
berada di surga seperti dua jari ini dan dia menyatukan kedua jarinya," (HR.
Al-Bukhari).
Dalam hadist lainnya, Beliau juga
menyebutkan:
"Ketika seseorang
meletakkan tangan kasih sayangnya di atas kepala anak yatim, untuk setiap
rambut anak yatim itu dia akan menerima berkah dari Allah," (HR. Ahmad).
Menurut hadist diatas, dapat
dikatakan bahwa umat Islam dianjurkan untuk mengadopsi anak namun tidak boleh
mencabut nama orang tua kandungnya dari seorang anak. Karena pada hakikatnya
anak tersebut tetaplah anak dari orang tua kandungnya. Allah Ta’ala berfirman :
مَا جَعَلَ اللّٰهُ لِرَجُلٍ
مِّنْ قَلْبَيْنِ فِيْ جَوْفِهٖ ۚوَمَا جَعَلَ اَزْوَاجَكُمُ الّٰـِٕۤيْ تُظٰهِرُوْنَ
مِنْهُنَّ اُمَّهٰتِكُمْ ۚوَمَا جَعَلَ اَدْعِيَاۤءَكُمْ اَبْنَاۤءَكُمْۗ ذٰلِكُمْ
قَوْلُكُمْ بِاَفْوَاهِكُمْ ۗوَاللّٰهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى السَّبِيْلَ
- اُدْعُوْهُمْ لِاٰبَاۤىِٕهِمْ هُوَ اَقْسَطُ
عِنْدَ اللّٰهِ ۚ فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْٓا اٰبَاۤءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ
وَمَوَالِيْكُمْ ۗوَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِهٖ وَلٰكِنْ
مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
“Allah sekali-kali tidak
menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak
menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak
menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian
itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya
dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu)
dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi
Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah
mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa
atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa
yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang," (QS.Al-Ahzab: 4-5).
Anak-anak yang diadopsi harus
diberi tahu tentang nama-nama orang tua kandung mereka. Mereka harus menyadari
fakta bahwa mereka bukanlah anak kandung dan orang tua angkat mereka. Ketika
anak-anak yang diadopsi tumbuh dewasa, maka mereka tidak akan menjadi mahram
(tidak dapat menikah) bagi orang tua angkat dan bagi saudara angkatnya. Mereka
juga tidak akan mewarisi apa pun dari properti orang tua angkat, kecuali
memberi mereka sesuatu sebagai hadiah khusus melalui pemberian wasiat. Jadi,
hal yang harus diperhatikan dalam mengadopsi anak adalah tidak boleh menganggap
anak adopsi sebagai anak kandung secara hukum dan harus memberi tahu kepada
anak adopsi tentang keluarga dia yang sebenarnya.
Sumber: Hukum Adopsi Anak